Alternatif Pemanfaatan Jalur KA untuk Menangani Truk ODOL

Oleh : Ir. Djoko Setijowarno, M.T,

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat

Untuk membenahi aktivitas truk dengan dimensi dan muatan berlebih (over load over dimension/ODOL), Kementerian Perhubungan jangan fokus di jalan raya. Namun dapat mengoptimalisasi angkutan KA. Terlebih di jalan raya masih rawan pungutan liar (pungli) dan cawe-cawe oknum aparat penegak hukum (APH) di jembatan timbang.

Peran moda jalan yang terlalu dominan, komposisi setiap moda dalam angkutan barang secara nasional pada tahun 2019 adalah angkutan jalan 16,07 miliar ton/tahun (87,57 persen), angkutan udara 0,52 juta ton/tahun (0,003 persen), angkutan laut 2,23 miliar ton/tahun (12,16 persen), angkutan SDP 0,56 juta ton/tahun (0,003 persen), angkutan kereta api 47,6 juta ton/tahun (0,26 persen)

Sementara menurut Rondrigue dan Comtois (2006), biaya transportasi menggunakan moda jalan raya akan efektif maksimal 500 km. Lebih dari itu, truk barang akan membawa muatan lebih. Lihat saja setiap truk yang membawa muatan dari Jawa Timur ke Jakarta, Jawa Barat dan Banten atau sebaliknya, rata-rata membawa muatan lebih karena jaraknya sudah lebih dari 500 km. Jalan pantura dalam setahun, sekitar satu bulan mengalami perbaikan dan alami kemacetan panjang, perbaikan jalan secara bergantian antara Rembang – Semarang. Jelas sangat mengganggu kelancaran mobilitas orang dan barang.

Doble Handling

Kendala selama ini menggunakan angkutan KA adalah double handling, sehingga tarif lebih mahal ketimbang menggunakan jalan raya. Namun dalam realitanya di angkutan KA dibebani PPN (pajak pertambahan nilai) dan TAC (Track Access Charge). Selain itu moda KA wajib menggunakan BBM (bahan bakar minyak) non Subsidi. Sementara BBM subsidi sebanyak 93 persen dinikmati oleh warga yang mampu (pemilik kendaraan pribadi). Mestinya semua angkutan umum (orang dan barang) tak kecuali moda KA juga menggunakan BBM subsidi.

loading...

Maka dari itu agar tarif membawa barang menggunakan moda KA dapat bersaing dengan moda jalan raya, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk menghilangkan PPN dan TAC dan moda KA dibolehkan menggunakan BBM subsidi sebagai angkutan umum membawa barang. 

Baca Juga  Sinergitas Angkutan KSPN, Pemda dan Asita Untuk Menarik Wisatawan dan Membenahi Angkutan Umum Di Daerah

Beberapa jenis barang yang dapat diangkut dengan kereta api, di antaranya barang kemasan, spare part, obat-obatan, hewan peliharaan., pupuk, semen. Namun, angkutan barang dengan moda kereta api juga memiliki beberapa kelemahan, seperti membutuhkan sarana dan prasarana khusus, membutuhkan investasi, biaya operasi, biaya perawatan, dan tenaga yang cukup besar, pelayanan orang dan barang hanya terbatas pada jalurnya.

Data dari PT KAI (2024), panjang jalan rel di Pulau Jawa 4.564 km dan Pulau Sumatera 1.542 km. Saat ini tersedia 167 stasiun yang melayani aktivitas angkutan barang yang tersebar di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. 

Selanjutnya, ada 10 komoditi yang dapat diangkut menggunakan moda KA, yaitu batubara (15 stasiun), petikemas (18 stasiun), semen/klinker (19 stasiun), BBM/BBK (12 stasiun), CPO dan Lateks (15 stasiun), Pulp (bubur kertas dan kayu) di 2 stasiun, retail (66 stasiun), pupuk (6 stasiun), B3 dan limbah B3 (4 stasiun), depo balast dan angkutan rel (10 stasiun).

Angkutan barang menggunakan moda kereta api (KA) diselenggarakan dengan menggunakan gerbong atau kereta bagasi. Kereta api barang atau kereta api kargo adalah kereta api yang digunakan untuk mengangkut barang. Kereta api sangat sesuai untuk mengangkut barang curah dan berat dalam jarak jauh karena gaya gesekan yang rendah. Beberapa kelebihan angkutan barang dengan kereta api, di antaranya gerbong kereta api dapat diatur suhu ruang penyimpanan barangnya, kereta api dapat berpindah dari satu titik ke titik lain dengan cepat, kereta api dianggap sebagai metode transportasi yang aman. 

Mengaktifkan jalan rel ke pelabuhan

Selain itu, semua akses jalan rel ke pelabuhan diaktifkan kembali seperti sedia kala. ketika Pemerintah Hindia Belanda sudah membangun jalan rel hingga dermaga pelabuhan. Sekarang hanya satu pelabuhan yang masih ada jaringan jalan rel hingga dermaga, yaitu di Pelabuhan Tanjung Intan (Cilacap). Banyak akses jalan rel ke pelabuhan yang dimatikan. Akhirnya, ketika barang sampai ke pelabuhan melalui jalan rel menjadi tidak efektif, karena masih dipindahkan ke truk yang selanjutkan dinaikkan ke kapal. Bisnis angkutan truk di pelabuhan seperti ini juga turut memahalkan tarif angkutan barang dan harus segera dihilangkan.

Baca Juga  Menjaga Keselamatan Angkutan Penyeberangan dan Meningkatkan Konektivitas Transportasi Mendukung Pariwisata Di Kawasan Danau Toba

Sejumlah pelabuhan sejak jaman Pemerintah Hindia Belanda sudah membangun jalan rel di Indonesia sudah terhubung hingga dermaga, antara lain berada di Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Teluk Bayur (Padang), Pelabuhan Panjang (Lampung), Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Cirebon, Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang), Pelabuhan Juwana (Pati). Akses ke Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) sudah diperbaiki hingga ke dermaga, namun masih minim atau sepi peminat, karena tarif angkut masih mahal.

Justru di era Pemerintah indonesia, banyak akses jalan rel ke pelabuhan dimatikan dan sekarang untuk mengaktifkan kembali membutuhkan anggaran cukup besar dan memunculkan masalah sosial. Beberapa jalan rel akses ke pelabuhan dihuni pemukiman penduduk dan sulit untuk dibebaskan.

Kereta api yang dipakai terdiri atas gerbong datar (flat cars) yang disebut sistem piggy back (TOFC/trailer on flat cars), gerbong hewan (lifestock), gerbong pendingin (refrigerator car), gerbong gondola (flat bottom car), gerbong tangki (tank car).

Sebagian besar barang yang diangkut moda kereta api berada di wilayah Sumatera, yaitu sebanyak 5,22 juta ton atau 81,98 persen dari total barang.  Sementara itu, jumlah barang yang diangkut dengan kereta api di wilayah Jawa non-Jabodetabek adalah 1,14 juta ton atau naik 9,06 persen secara bulanan dibandingkan periode April 2024 (bisnis.com/1/7/2024). 

Hemat APBN dan APBD

Kereta api (KA) merupakan moda transportasi darat yang murah, khususnya untuk pergerakan barang jarak jauh. Moda ini sesuai untuk mengangkut komoditas bahan mentah dengan volume muat yang besar atau produk akhir yang nilai per unitnya rendah dan tidak sensitif waktu. Kereta api sebagai pilihan moda lebih banyak ditinjau dari sisi shipper. Biaya transportasi merupakan biaya total yang harus dikeluarkan oleh shipper untuk memindahkan barangnya dari gudang asal sampai ke gudang tujuan akhir. Sebuah gerbong datar atau gerbong barang dapat berkapasitas dua kali lipat kapasitas truk

Baca Juga  DI Balik Kecelakaan Angkutan Barang dan Keselamatan Di Jalan TOL

Di samping itu, untuk angkutan hi-volume, kelebihan lainnya antara lain waktu tempuh yang lebih pasti (saat ini volume angkutan jalan raya sudah sangat padat dan kondisi infrastruktur jalan juga buruk, sehingga waktu tempuh moda jalan darat menjadi sulit diprediksi), lebih aman, tanpa pungutan lain-lain, mengurangi polusi (diperkirakan emisi gas buangan mencapai 1/8 sampai 1/10 dari angkutan dengan truk), penghematan BBM (diperkirakan bisa mencapai 1 juta liter atau setara 3.000 ton CO2 per tahun), mengurangi kepadatan dan kemacetan jalan raya (Yunani, 2015).

Menggunakan moda jalan raya mengangkut barang masih ada praktek pungli mulai yang berbaju berseragam hinga tidak memakai baju. Dalam konteks kondisi angkutan barang saat ini di Indonesia, menggunakan angkutan KA akan mengurangi pungli di jalan dan cawe-cawe oknum APH di jembatan timbang. Disamping itu, menggunakan moda KA akan mengurangi jalan rusak akibat truk muatan dan dimensi lebih yang tentunya dapat mengurangi biaya perawatan jalan (hemat APBN dan APBD dalam menangani jalan rusak). Menggunakan moda KA akan lebih lancar dan bebas hambatan kemacetan, bisa lebih cepat dan tepat waktu. Jadi, dapat meminimalisir potensi keterlambatan dan meningkatkan efisiensi disribusi barang.

Sekarang, maukah pemerintah melirik moda KA sebagai alternatif angkut barang di Jawa dan Sumatera?

(JJid)