KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Keberhasilan kebijakan publik dalam pembangunan di Indonesia sangat bergantung pada partisipasi aktif semua pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Dalam konteks ini, pembangunan yang terencana dan terprogram memerlukan pemahaman mendalam dari masyarakat mengenai proses yang berlangsung.

Masyarakat tidak hanya berperan sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam setiap tahap pembangunan.

Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi krusial untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi nyata mereka.

Dengan mendengarkan suara masyarakat, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan inklusif.

Partisipasi ini tidak hanya memberikan legitimasi terhadap kebijakan yang diambil, tetapi juga meningkatkan akuntabilitas pemerintah.

Melalui konsultasi publik, baik secara tatap muka maupun online, pemerintah dapat mengumpulkan masukan berharga yang menciptakan ruang bagi pengetahuan lokal untuk memperkaya proses pembuatan kebijakan

loading...

Untuk mendorong partisipasi ini, beberapa langkah yang dapat diambil.

Pertama, pendidikan dan penyuluhan perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam kebijakan publik melalui program-program pendidikan yang efektif.

Kedua, pemberdayaan kelompok rentan harus menjadi prioritas agar mereka memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan akan lebih relevan dengan tantangan yang dihadapi masyarakat dan mampu menjawab permasalahan secara tepat sasaran.

Bottom-Up dan Top-Down

Baca Juga  Peringatan Hari Kesehatan,Pemda Kendal Raih UHCHKN

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan merupakan aspek krusial yang mempengaruhi keberhasilan proyek pembangunan.

Dua pendekatan utama yang sering dibahas adalah bottom-up dan top-down.

Masing-masing pendekatan memiliki karakteristik, kelebihan dan tantangan tersendiri.

Pendekatan bottom-up menekankan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, mulai dari pengidentifikasian kebutuhan hingga pelaksanaan dan evaluasi proyek.

Dalam model ini, masyarakat berperan aktif sebagai mitra pemerintah, memberikan masukan yang relevan berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mengharuskan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan.

Pendekatan bottom-up dalam perencanaan pembangunan memiliki sejumlah kelebihan yang signifikan.

Salah satu keunggulannya adalah bahwa perencanaan lebih sesuai dengan harapan masyarakat dan menghasilkan solusi yang lebih relevan dengan kebutuhan lokal.

Artinya terdapat relevansi yang kuat antara kebutuhan masyarakat dengan pembangunan yang akan dilaksanakan.

Dengan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, maka akan meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap proyek yang akan dilaksanakan.

Dengan kata lain, proses ini adalah memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi secara aktif dalam pembangunan, menciptakan rasa tanggung jawab kolektif yang lebih besar.

Namun, tantangan utama dari pendekatan ini adalah terletak pada kesulitan dalam mengkoordinasikan berbagai aspirasi masyarakat.

Sering kali, tingkat partisipasi masyarakat dalam forum seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) masih rendah, di mana banyak warga yang tidak terlibat secara aktif.

Baca Juga  Pemkab Kendal Raih Penghargaan Sebagai Pengendalian Inflasi Terbaik Jawa Tengah

Selain itu, tidak semua komunitas memiliki kapasitas yang memadai untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses perencanaan, sehingga menghambat potensi kolaborasi yang dapat dihasilkan.

Sebaliknya, pendekatan top-down melibatkan pemerintah sebagai pengambil keputusan utama, di mana kebijakan dan rencana ditetapkan oleh otoritas tanpa banyak melibatkan masukan dari masyarakat.

Pendekatan ini sering kali dianggap kurang responsif terhadap kebutuhan lokal karena keputusan diambil oleh pihak-pihak yang tidak selalu memahami konteks sosial dan budaya setempat.

Keuntungan dari top-down adalah efisiensi waktu dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan bisa diambil lebih cepat karena tidak perlu menunggu keputusan dari berbagai pihak.

Selanjutnya, kebijakan dapat diterapkan secara seragam di seluruh wilayah tanpa adanya variasi yang mungkin muncul dari partisipasi lokal.

Namun demikian, seringkali terdapat tantangan terkait keterasingan masyarakat.

Artinya bahwa pendekatan ini dapat menyebabkan masyarakat merasa terasing dari proses pembangunan, mengurangi rasa percaya terhadap pemerintah.

Selain itu, kurangnya responsivitas menjadikan kebijakan yang diterapkan tanpa mempertimbangkan masukan lokal sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga mengurangi efektivitas program pembangunan.

Catatan Akhir

Keberhasilan kebijakan publik sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat.

Mendengarkan keluhan dan aspirasi mereka adalah langkah awal untuk menciptakan kebijakan yang responsife.

Baca Juga  Pemerintah Kabupaten Blora Memperdayakan Warga Terdampak Covid-19 Bangun Jaringan Irigasi

Partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan memastikan pembangunan sesuai harapan.

Pendekatan bottom-up menawarkan relevansi, meski menghadapi tantangan partisipasi rendah. Integrasi pendekatan top-down dan bottom-up melalui musrenbang dapat menciptakan perencanaan pembangunan yang inklusif, membangun kepercayaan, dan kolaborasi demi kesejahteraan bersama.

Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, M.T.

Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik Unissula Semarang.

Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah,dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah.

Sekretaris Umum Satu Pena Jawa Tengah