OJOL & GELOMBANG BARU PERUBAHAN PERKOTAAN : DARI JALANAN KE PANGGUNG POLITIK

Kehadiran ojek online (ojol) dalam lanskap transportasi perkotaan Indonesia bukan semata kemajuan teknologi digital.

Ia lahir dari kebutuhan konkret masyarakat urban akan moda transportasi yang cepat, fleksibel, dan terjangkau di tengah minimnya akses terhadap angkutan umum yang layak.

Di balik peran praktisnya, kehadiran ojol juga menyingkap kelemahan sistemik dalam tata kelola transportasi kita:

belum tuntasnya pembangunan angkutan umum massal, buruknya integrasi antarmoda, serta lemahnya perlindungan bagi jutaan pekerja informal.

Ojol tumbuh menjadi solusi darurat yang mengisi celah yang semestinya menjadi tanggung jawab negara,

tetapi justru dibiarkan menggantung tanpa kejelasan status maupun arah kebijakan yang berpihak.

Dan semalam, lanskap itu terguncang. Seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas secara tragis setelah terlindas kendaraan taktis Brimob saat mengikuti aksi demonstrasi di Jakarta.

loading...

Ia bukan sekadar korban kecelakaan; kepergiannya menjelma menjadi simbol dari keresahan yang selama ini terpendam.

Peristiwa itu menggugah kesadaran kolektif ribuan pengemudi ojol di seluruh Indonesia.

Mereka yang selama ini bekerja dalam ketidakpastian, tidak diakui sebagai bagian dari sistem angkutan umum, namun tetap menjadi tulang punggung mobilitas harian di kota-kota besar.

Kini, persoalannya tidak lagi berhenti pada tarif, skema insentif, atau pola kemitraan antara pengemudi dan aplikator.

Baca Juga  85% Korban TPPO Adalah Pekerja Migran Unprosedural, BP3MI dan Polda Jateng Gelar Sarasehan Pencegahan

Peristiwa semalam menunjukkan bahwa para pengemudi ojol bukan lagi sekadar pelaku pasif dalam ekosistem ekonomi digital.

Mereka mulai tampil sebagai kekuatan sosial yang nyata dengan jumlah besar, jejaring komunikasi yang solid, dan solidaritas yang tumbuh dari bawah.

Dari subuh hingga larut malam, dari gang sempit hingga pusat kota, mereka hadir sebagai denyut kehidupan urban yang paling terlihat dan paling dekat dengan warga.

Bukan hanya moda, tapi suara

Jumlah pengemudi ojek online di Indonesia diperkirakan mencapai jutaan orang.

Mereka terhubung dalam jejaring komunikasi yang cair dan organik, mulai dari basecamp, grup WhatsApp, hingga aksi solidaritas di lapangan.

Di balik kesibukan harian mengantar penumpang dan mengirim barang, tersimpan kemarahan yang senyap, kelelahan yang serupa, dan harapan kolektif akan perlakuan yang lebih adil.

Inilah modal sosial yang nyata, dan terlalu besar untuk diabaikan, bahkan oleh negara sekalipun.

Apakah ini menjadi titik lahirnya peran baru bagi pengemudi ojol sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil urban?

Akankah kita melihat helm hijau dan jaket aplikasi menjelma menjadi simbol identitas sosial-politik baru di tengah kota?

Bukan dalam bentuk partai politik, tentu, melainkan sebagai kekuatan moral yang menyuarakan tuntutan akan keadilan.

Baca Juga  Prakiraan Cuaca BMKG untuk September 2024: Dampak pada Sektor Pertanian

Terutama di tengah lambannya negara mereformasi sektor transportasi dan memberikan perlindungan yang layak bagi para pekerja informal.

Sejarah kerap bergerak lewat peristiwa-peristiwa tragis.

Dari kematian seorang buruh lahirlah serikat. Dari tumbangnya mahasiswa, bergulir gelombang reformasi.

Dan mungkin, dari jalanan kota yang sunyi malam itu dengan sirene yang memecah hening dan deretan motor yang terparkir tanpa pengemudi.

Kita tengah menyaksikan babak baru yang mulai ditulis. Sebuah babak di mana helm hijau tak lagi sekadar pelindung kepala, melainkan simbol kesadaran baru akan hak, solidaritas, dan perjuangan.

Negara tak lagi boleh diam

Kematian Affan Kurniawan bukan semata tragedi individual. Ia menggambarkan betapa rentannya posisi para pengemudi ojol dalam lanskap sosial kita.

Pekerja informal yang berjibaku setiap hari di tengah kota, namun kerap luput dari perlindungan negara, bahkan dalam situasi publik yang penuh risiko.

Negara tidak bisa terus mengambil posisi pasif terhadap dinamika besar yang melibatkan jutaan pengemudi di lapangan.

Perlindungan dan pengakuan atas peran mereka harus menjadi bagian dari agenda kebijakan yang berkelanjutan.

Pengakuan formal terhadap ojek online sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, disertai perlindungan kerja, jaminan sosial, dan hak untuk berserikat serta menyuarakan aspirasi, harus menjadi bagian dari agenda reformasi ke depan.

Baca Juga  Warga Jateng Membuat Bus AntiCorona

Tanpa langkah-langkah itu, kita hanya tinggal menunggu letupan-letupan sosial berikutnya yang mungkin akan muncul dengan daya tekan yang lebih besar dan jangkauan yang lebih luas.

Ketika suara tak lagi menemukan tempatnya, jalanan menjadi titik temu antara harapan dan kecewa.

Bukan sekadar ruang untuk marah, tetapi isyarat bahwa ada sesuatu yang sedang tidak baik-baik saja.

Muhammad Akbar, Pemerhati Transportasi.