Polemik Dominus Litis: Mahasiswa Solo Gelar Diskusi Publik Terkait Revisi KUHAP
SOLO, JURNALJATENG.id – Polemik penerapan asas Dominus Litis terus menjadi bahan perbincangan di berbagai kalangan di seluruh Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan kewenangan penuh jaksa dalam penuntutan perkara pidana, yang dinilai berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
Sorotan terhadap penerapan asas ini juga mencuat di ranah akademis.
Salah satu bentuknya adalah diskusi publik yang digelar oleh elemen mahasiswa dari Solo Muda Berdaya yang berlangsung di Pendopo Sasana Rahadi Bawana pada Senin, 10 Maret 2025
Diskusi dengan tema “Revisi KUHAP: Sejauh Mana RKUHAP Menjadi Tantangan Hukum Pidana Modern menghadirkan narasumber Dr. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. (Dekan Fakultas Hukum UNS), Sri Sumanta S. Winata, S.H. (Advokat), dan Agus Joko Purnomo, S.H., M.H. (Praktisi Hukum).
Dalam diskusi, Sri Sumanta S. Winata, S.H. menyoroti bahwa RKUHAP berpotensi melemahkan lembaga lain dan memperkuat kewenangan kejaksaan.
“Tendensinya menguatkan kejaksaan. Ada potensi melemahkan lembaga kepolisian,” ujar Sri Sumanta.
Ia juga menegaskan bahwa penempatan kepolisian dan kejaksaan dalam posisi kekuasaan yang tidak seimbang dapat berdampak pada sistem hukum yang tidak adil.
Sejalan dengan itu, Agus Joko Purnomo, S.H., M.H. menambahkan bahwa secara akademis, asas Dominus Litis dalam RKUHAP dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan hukum di Indonesia.
“Hal ini harus dikritisi oleh semua elemen, termasuk aktivis, mahasiswa, dan masyarakat, agar para pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan masukan sebelum menetapkan undang-undang,” jelas Agus.
Menurutnya, jika tidak diawasi, kejaksaan bisa menjadi lembaga superbody dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Peluang Ketidakpastian Hukum
Dr. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. juga menolak asas Dominus Litis, yang memberikan kendali penuh kepada kejaksaan dalam penanganan perkara pidana serta memungkinkan intervensi terhadap penyidikan kepolisian.
“Jika tidak dibatalkan atau direvisi, aturan ini berpotensi memperumit pembagian tugas dan tanggung jawab dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,” tegasnya.
Dalam closing statement-nya, Dr. Rustamaji menekankan bahwa hubungan antara kepolisian dan kejaksaan seharusnya bersifat horizontal, bukan vertikal.
“Kewenangan kejaksaan yang diperluas dapat tumpang tindih dengan kewenangan kepolisian dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, kita harus mengkritisi agar kejaksaan, kepolisian, hakim, dan advokat memiliki kekuatan yang seimbang, sehingga tidak ada lembaga yang terlalu dominan,” pungkasnya.
Ivan Erranza Putra, selaku moderator, menjelaskan bahwa diskusi ini bertujuan membuka ruang dialog yang membahas kekuatan, kelemahan, dan dampak dari RKUHAP.
“Acara ini bertujuan untuk menilai sejauh mana RKUHAP relevan sebagai produk hukum atau apakah masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kami merasa penting untuk mengadakan diskusi publik seperti ini,” pungkas Ivan
(Miftah)