Komisi D DPRD Jateng: Kesepahaman Bersama Diperlukan dalam Pengelolaan Energi Baru Terbarukan
YOGYAKARTA, JurnalJateng.id – Pengelolaan energi baru terbarukan membutuhkan kesepahaman bersama dan komitmen yang kuat untuk memastikan keberlanjutan pemanfaatan sumber energi ini.
Meskipun demikian, saat ini energi fosil masih menjadi sumber utama yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dan listrik di masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, Joko Purnomo, ketika beraudiensi dengan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY pada Selasa (22/10).
Dalam kunjungan ini, rombongan dari Komisi D diterima oleh Yustina Ika, Kepala Bidang ESDM DIY, yang turut didampingi oleh Kepala Cabang Dinas ESDM Wilayah Merapi Jateng, Irwan Edhie Kuncoro.
“Pengembangan energi terbarukan memerlukan kesepahaman dan konsep yang jelas, termasuk forum diskusi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Hal ini perlu agar ada keselarasan tujuan dan pandangan, sehingga pengembangan energi terbarukan bisa berjalan optimal dan tidak lagi bergantung pada energi fosil,” ungkap Joko Purnomo.
Ketua Komisi D, Nur Saadah, menyampaikan pandangan yang sama. Ia menekankan bahwa kunjungan kerja DPRD Jateng ke Provinsi DIY bertujuan untuk mempelajari lebih dalam mengenai konsep pengembangan energi terbarukan yang telah diterapkan DIY.
Terlebih lagi, DIY telah memiliki regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah No. 6/2020 tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) 2020-2050. Peraturan ini menjadi dasar penting untuk menciptakan kebijakan jangka panjang yang mendorong penggunaan energi terbarukan.
Namun, Nur Saadah mengakui bahwa pemahaman masyarakat tentang energi terbarukan masih terbatas, yang diperparah dengan ketergantungan pada energi fosil.
Belum lagi, kebijakan anggaran terkait energi terbarukan di daerah juga terus mengalami penurunan setiap tahunnya.
“Keterbatasan anggaran ini menjadi kendala utama dalam menjalankan program energi terbarukan. Misalnya, pembangunan unit pembangkit energi terbarukan pada 2023 dihentikan. Selain itu, kegiatan untuk edukasi masyarakat guna meningkatkan pemahaman dan dukungan terhadap energi terbarukan juga semakin berkurang,” ujarnya.
Saat ini, anggaran yang tersedia lebih banyak dialokasikan untuk perawatan ratusan unit pembangkit energi terbarukan yang sudah ada di DIY.
Hingga kini, Pemerintah DIY mengelola 310 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dua Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), dan satu unit Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH).
Di sisi lain, Yustina juga mencatat bahwa sektor swasta telah mulai berpartisipasi dalam pengembangan energi terbarukan.
Terdapat satu unit PLTMH dan dua Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTB) yang dimiliki oleh pihak swasta.
“Kami mendorong swasta untuk terlibat dalam pengembangan energi terbarukan. Contohnya, di PT. Madubaru terdapat PLTB dengan kapasitas 3,8 megawatt yang menjadi salah satu inisiatif sektor swasta dalam mendukung energi hijau,” ungkapnya.
Dorongan kepada pihak swasta ini sangat penting karena PUPESDM menyadari bahwa anggaran dari Pemda DIY saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan energi terbarukan.
Selain itu, dukungan swasta juga akan membantu dalam mencapai target bauran energi daerah, yang bertujuan agar energi terbarukan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap total konsumsi energi di wilayah tersebut.
Dengan adanya sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, diharapkan pengelolaan energi terbarukan dapat berjalan dengan lebih baik. Komitmen bersama untuk beralih dari energi fosil ke energi terbarukan menjadi langkah penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan ketahanan energi di masa depan. (Didin)