UPAYA SAINS DAN HASIL SIDANG ISBAT
Idul Fitri merupakan salah satu momen penting dalam kehidupan umat Islam di seluruh dunia.
Setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, umat Islam merayakan hari kemenangan yang disebut Idul Fitri.
Namun, dalam penentuan tanggal Idul Fitri, sering kali terjadi perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Perbedaan ini timbul karena sistem penanggalan yang digunakan oleh umat Islam, yaitu kalender Hijriah, yang berdasarkan pada peredaran bulan, bukan matahari.
Oleh karena itu, Sidang Isbat yang diadakan oleh Kementerian Agama memiliki peran sangat penting dalam menentukan kapan umat Islam merayakan Idul Fitri.
Mengacu pernyataan Dirjen Bimmas Islam Kemenag Abu Rokhmad, Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat guna menentukan 1 Syawal alias Hari Raya Lebaran 2025 atau Idulfitri 1446 Hijriyah pada Sabtu, 29 Maret 2025.
Sidang Isbat adalah rapat yang diadakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (dalam hal ini) untuk menentukan tanggal 1 Syawal, yang menandai hari pertama Idul Fitri.
Sidang ini melibatkan berbagai pihak, seperti perwakilan ormas Islam, ahli falak (astronomi Islam), serta tokoh-tokoh agama lainnya.
Sidang Isbat dilaksanakan dengan mengacu pada hasil pemantauan hilal (bulan sabit pertama) yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia.
Proses ini dilakukan untuk memastikan apakah hilal telah terlihat dengan mata telanjang, yang menjadi tanda dimulainya bulan Syawal.
Potensi Perbedaan
Pentingnya Sidang Isbat terletak pada fungsi utama untuk menjaga keseragaman dalam penentuan tanggal Idul Fitri.
Tanpa Sidang Isbat yang resmi dan sistematis, umat Islam di Indonesia berpotensi merayakan Idul Fitri pada hari yang berbeda-beda, tergantung pada penafsiran masing-masing daerah tentang hilal.
Hal ini tentu bisa menimbulkan kebingungan dan perpecahan dalam masyarakat. Dengan adanya Sidang Isbat, Kementerian Agama dapat memastikan bahwa penentuan hari raya dilakukan secara bersama-sama, sehingga tercipta kesatuan umat dalam merayakan hari yang penuh berkah tersebut.
Oleh karena itulah, kita sebaiknya menunggu hasil Sidang Isbat.Kalender Hijriah, yang digunakan oleh umat Islam untuk menentukan tanggal-tanggal penting dalam ibadah, berbeda dengan kalender Masehi yang digunakan di sebagian besar negara di dunia.
Kalender Hijriah adalah kalender lunar, yang berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi.
Oleh karena itu, satu tahun Hijriah terdiri dari sekitar 354 hari, lebih pendek sekitar 10 hingga 12 hari dibandingkan dengan tahun Masehi yang berjumlah 365 hari.
Keadaan ini menyebabkan bulan-bulan dalam kalender Hijriah bergerak mundur sekitar 10 hari setiap tahunnya jika dibandingkan dengan kalender Masehi.
Perbedaan antara kalender Hijriah dan Masehi serta sistem peredaran bulan yang tidak selalu terlihat dengan mudah oleh mata manusia menyebabkan kesulitan dalam menentukan awal bulan, termasuk bulan Ramadhan dan Syawal.
Hal ini menjadikan penentuan awal Syawal dan Idul Fitri menjadi tantangan, karena di beberapa tempat hilal tidak selalu terlihat dengan jelas karena faktor cuaca atau kondisi geografis.
Standarisasi
Untuk mengurangi perbedaan dalam penentuan Idul Fitri, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penyatuan sistem perhitungan kalender Hijriah yang lebih terstandarisasi.
Sebelumnya, beberapa pihak menggunakan metode rukyah (melihat hilal) secara langsung, sementara yang lain lebih mengandalkan metode hisab (perhitungan matematis).
Perbedaan pendekatan ini menyebabkan beberapa wilayah merayakan Idul Fitri lebih awal atau terlambat.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya penyatuan kalender Hijriah kini semakin dimungkinkan melalui integrasi antara metode rukyah dan hisab.
Penggunaan teknologi canggih dalam pemantauan hilal dan perhitungan astronomi yang akurat bisa membantu meminimalkan perbedaan.
Misalnya, sistem perhitungan astronomi yang lebih terperinci dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kemungkinan terlihatnya hilal di setiap wilayah Indonesia.
Dengan demikian, Kementerian Agama dapat lebih tepat dalam menentukan kapan bulan Syawal dimulai dan meminimalkan perbedaan dalam penentuan Idul Fitri.Sidang Isbat oleh Kementerian Agama memiliki peran yang sangat krusial dalam menjaga kesatuan umat Islam Indonesia dalam merayakan Idul Fitri.
Penentuan hari raya yang seragam akan mempererat ikatan sosial dan menghindarkan perpecahan di tengah masyarakat.
Dalam upaya penyatuan kalender Hijriah, teknologi dan pendekatan ilmiah yang lebih terstandarisasi menjadi langkah penting untuk meminimalkan perbedaan dalam penentuan hari raya.
Diharapkan, dengan adanya kesepakatan yang lebih kuat dalam hal ini, umat Islam dapat merayakan Idul Fitri dengan penuh kebersamaan dan kedamaian.
Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Jawa Tengah