JPU Menghadirkan Tiga Saksi Sidang Penipuan Dirut PT MAP

JURNALJATENG.ID, TANGERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) molor dalam menghadirkan saksi dalam sidang Lanjutan kasus penipuan antara Dirut PT. Maha Karya Agung Putra (MAP) berinisial H sebagai terdakwa di Pengadilan Negri Tangerang Selatan, Rabu (8/9/2021), pukul 13:43 Wib.

JPU menghadirkan 3 saksi ahli di Pengadilan Negri Tangerang, saksi pertama, Bambang Kristianto (Pekerja swasta), Saksi kedua sebagai saksi ahli pidana Khairul Huda, SH, MH dan saksi ketiga, saksi PPATK Zira Gurista.

JPU bertanya kepada saksi pertama, “apakah benar Hendra (terdakwa) membeli apartemen milinium tower presidencial dan Apartemen Milinium Village pada tahun 2014 ?

Saksi menjawab, “Ya dengan sistem cicilan selama 48 kali dengan jasa Bank NOBU”.

Cililan tersebut pada pertama lancar (1-21), namun mengalami kemacetan pada angsuran ke 22 dan seterusnya tidak terbayarkan.

Besar angsuran per-bulan 60 juta dan apartemen sainmoriez melalui KPR Bank Permata.

“Diketahui Apartemen Sinmoriez ini status pembayarannya sudah dilunasi dan dijual pada pihak lain di akhir 2010,” Jelas saksi

loading...

Saksi kembali menerangkan kepada mejelis bahwa apartemen milinium Village pada Juni 2016 diberhentikan dan diambil kembali karena terdakwa tidak bisa membayar cicilan. Sehingga saat ini apartemen telah disita oleh penyidik.

Kuasa Hukum Terdakwa bertanya, “apakah Apartemn Sainmoriez dibeli dengan cicilan juga ?”

Baca Juga  Tim Gabungan Lakukan Operasi Hiburan Malam di Kota Semarang

Saksi menjawab, “tidak. Karena sudah dibelikan oleh pihak ketiga”.

Kemudian, pada saksi ahli pidana. JPU bertanya tentang maksud dari tindak pidana penipuan dan penggelapan.

Ahli menjawab bahwa penipuan objeknya adalah harta kekayaan (barang, hutang dan piutang) sebagaimana termaktub dalam pasal 378.

Menurut ahli, yang dimaksud dengan penipuan adalah menyampaikan perkataan bohong dan tipu muslihat seperti memberikan proposal, brosur atau iklan. Sehinga membuat orang tertarik walau pada relitanya tidak sejalan.

Sedangkan, penggelapan objeknya hanya barang yang dikuasai dengan hubungan keperdataan dan diakui seolah-miliknya sendiri. Seperti menjual dan menggadaikan barang tanpa sepengetahuan pemiliknya.

JPU kembali bertanya bahwa kapan bisa terjadinya penipuan dan penggelapan?

“Penipuan terjadi setelah hubungan keperdataan itu ada,” Jawab Ahli.

Lanjut JPU, bila mana suatu PT yang dibuat oleh seorang dirut yang tidak berpengalaman di bidang property dan merekrut anggota yang tidak berpengalaman untuk membuat apartemen dan kondotel. Dan sudah banyak pembeli yang sudah membeli unit dari kondotel tersebut, ternyata aliran dana konsumen dipakai untuk kepentingan pribadi karena dirut tidak punya modal. Bentuk pidana apa saja dalam case tersebut?

Ahli menjawab, berdasarkan ketentuan pasal 59 KUHP, maka tinggal dilihat siapa saja menjadi sorotannya atas delik tersebut.

Saksi Ahli juga menambahkan bahwa menawarkan sesuatu kepada seseorang dan tidak selesai maka juga dapat dinamakan tipu muslihat. Hubungan keperdataannya untuk menarik para pembeli agar membeli dengan barang yang ditawarkan tersebut.

Baca Juga  Yuk!!.. Bikin Teh Sere Buat Kesehatan Tubuh

Kuasa Hukum Terdakwa juga bertanya bahwa apabila suatu barang yang ditawarkan wujud dan fisiknya ada tapi belum jadi, apakah itu merupakan penipuaan?

“Para konsumen membeli barang yang sudah jadi, bukan membeli barang yang belum jadi, karena konsumen dijanjikan barang jadi seperti dalam barang brosur,” Jawab Ahli.

Lanjut kuasa hukum terdakwa, lantas bagaimana dengan UU No. 1 tentang perumahan?

“Tanyakan saja pada saksi ahli perumahan,” Jawab Ahli.

“Apakah lex spesialis memuat hal-hal umum yang diatur lex generalis?” Tanya Kuasa Hukum Terdakwa.

“Lihat saja pada pasal 62 ayat 1 KUHP. Perbuatan yang termasuk delik tidak ada kesamaan atau hubungan lex spesialis dan lex generalis dalam kasus ini,” Jawab ahli.

Lanjut kuasa hukum, konsumen tertarik dengan brand Aston untuk membeli unit apartemen dari terdakwa dan terdakwa sudah menggunakan uang untuk pembangunan dan sisanya hanya 5.6 m, apakah itu termasuk penggelapan?

“Dalam fakta terungkap bahwa konsumen sudah membeli unit dengan pembayaran case dan berharap mendapat unit utuh dan bukan belum jadi. Sedangkan uang terpakai tersebut adalah uang konsumen yang seharusnya dipakai untuk menyelesaikan unit apartemen,” jawab ahli.

Baca Juga  Humas IDI Makasar: Alat Rapid Test tidak dirokomendasikan, "Positif Atau Negatif Itu Semua Palsu"

Dilain kesempatan, JPU bertanya kepada saksi ahli PPATK bahwa kapan aliran dana itu dianggap sebagai pencucian uang?

“Dari perbuatan yang dilakukan dalam transaksi-transaksi dan perbuatan itu perolehannya didapat dari delik pidana dan dilakukan persembunyian dan penyamaran,” Jawab Ahli.

Lebih lanjut ahli menjawab, aliran dana dari bank dilaporkan kepada pihak yang bersangkutan karena transaksi yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang atau sengaja menyamarkan merupakan aliran dana yang mencurigakan.

Sidang kemudian diminta berhenti dan akan dilanjutkan kembali pada Selasa (14/9) pekan mendatang.

(NDA/JJID)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.